Seekor burung pemakan ikan tengah duduk di samping sebuah kolam kecil yang jernih airnya. Ia asik memandang ikan kecil dan sedang yang tengah berenang di dalam air. Hatinya begitu tersiksa setiap kali melihat ikan-ikan itu dengan bebasnya berenang. Karena ia begitu ingin menangkap dan memakannya. Tapi apa daya ia sudah terlalu tua dan tidak mampu untuk menangkap ikan bahkan ikan yang paling kecil sekalipun.
Di balik mata air yang tenang ada dunia yang penuh dengan kegalauan dan hasrat. Karena bila kondisi seperti ini terus berlanjut, burung pemakan ikan yang sudah tua ini harus merelakan dirinya mati kelaparan. Ketika ia melihat ke dalam air, sesaat ia berpikir untuk menerapkan tipu daya demi memenuhi perutnya yang kosong. Ia mulai mendekat kolam kecil itu dan duduk tepat di samping rumah seekor kepiting. Setelah itu ia mulai berteriak seakan-akan merasakan kesakitan.
Kepiting keluar dari rumahnya dan bertanya, “Apa yang sedang terjadi padamu? Mengapa engkau terlihat begitu kusut dan sedih?”
Burung pemakan ikan menjawab, “Dunia yang ada ini tidak memberikan tempat kepadaku untuk bergembira dan merasa senang. Sudah lama aku tinggal di dekat kolam kecil ini. Hari ini ada dua orang pencari ikan yang melewati tempat ini. Ketika mereka melihat mata air yang penuh dengan ikan, mereka berencana dua atau tiga hari ke depan mereka akan mendatangi tempat ini setelah menangkap ikan di danau lain. Bila mereka tiba di sini, rencanaya semua ikan yang ada di sini akan ditangkap dan dibawa pulang.”
Kepiting mengabarkan apa yang disampaikan oleh burung pemakan ikan itu kepada ikan-ikan yang ada di kolam itu. Begitu mendengar berita itu, ikan-ikan sangat ketakutan. Mereka berkumpul dan mengelilingi kepiting. Salah satu dari ikan-ikan itu berkata, “Sekarang, bagaimana kita dapat keluar dari kolam ini? Kita sendiri tidak mungkin dapat melakukan itu. Satu-satunya yang dapat menolong kita adalah burung pemakan ikan. Kita harus menghadapnya.”
Ikan-ikan bersama kepiting berenang mendekati pinggir kolam untuk bermusyawarah dengan burung pemakan ikan. Burung pemakan ikan yang tidak punya kerjaan dan sedang duduk bermalas-malasan di pinggir kolam begitu gembira menyaksikan ikan-ikan mendekati pinggir kolam. Ia mengerti bahwa tipu dayanya mulai menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
Ikan-ikan itu bertanya kepadanya, “Menurutmu berapa lama lagi para pencari ikan itu akan mendatangi tempat ini?”
Burung pemakan ikan merapatkan sayapnya dan berkata, “Saya tidak tahu kapan tepatnya, tapi yang saya pahami, satu atau dua hari lagi mereka akan kembali ke tempat ini.”
Ikan-ikan bertanya lagi, “Apakah engkau bersedia menolong kami?”
Burung pemakan ikan yang menanti usulan seperti ini dengan segera berkata, “Tentu saja saya siap membantu kalian. Benar, kita selama ini adalah musuh, tapi ketika melihat kalian dalam kondisi sulit, maka kita harus saling membantu. Saya tahu ada kolam lain yang tidak jauh dari kolam ini dan tidak ada pencari ikan yang tahu tempatnya. Tapi kalian tahu bahwa aku ini sudah tua dan lemah. Saya tidak dapat membawa kalian secara keseluruhan. Untuk membawa kalian satu persatu ke sana membutuhkan satu hingga dua hari.” Ikan-ikan akhirnya menerima usulan burung pemakan ikan.
Burung pemakan ikan mulai melakukan pekerjaannya. Setiap harinya dalam dua tahap ia membawa beberapa ekor ikan dari kolam itu dan langsung memakannya. Selama beberapa hari burung pemakan ikan yang licik itu melanjutkan kerjanya dan ia berhasil memenuhi perutnya dengan ikan-ikan itu.
Setelah beberapa hari berlalu, kepiting berkata kepada burung pemakan ikan, “Saya ingin sekali melihat kolam lain yang engkau ceritakan itu dan setelah bertemu ikan-ikan yang engkau bawa ke sana, saya akan menceritakan keceriaan mereka kepada teman-temannya.”
Burung pemakan ikan berkata dalam hati, “Tampaknya kepiting mulai mengkhawatirkan kondisi ikan-ikan yang rencananya harus aku bawa ke kolam lain. Bila ini berlanjut, kekhawatiran ini akan menyebar kepada ikan-ikan yang ada di kolam dan mereka akan meragukan kejujuranku. Lebih baik aku membawanya berkumpul dengan “teman-temannya” agar dapat lolos dari gangguannya.”
Setelah itu burung pemakan ikan berkata kepada kepiting, “Ide yang baik sekali. Mari kita pergi sekarang juga. Naiklah ke punggungku dan kau akan kubawa ke tempat ikan-ikan itu. Kita akan sampai di sana tidak lebih dari satu jam perjalanan dan setelah itu kita kembali.”
Kepiting menerima tawaran itu. Ia lalu naik ke punggung burung pemakan ikan dan terbang di udara. Burung pemakan ikan ingin menjauhkan kepiting dari kolam penuh ikan itu dan di suatu tempat ia melemparkan kepiting ke bawah. Tapi burung pemakan ikan salah perkiraan. Ternyata kepiting sangat cerdas. Karena sekelabatan ia melihat tulang-tulang ikan di bukit. Ia tahu bahwa ikan-ikan yang dibawa burung pemakan ikan tidak pernah sampai di kolam yang dijanjikan. Mereka dibawa ke satu tempat dan dimakan di sana. Kepiting mulai merasa jiwanya juga sedang terancam. Untuk itu ia memutuskan untuk membalaskan dendam ikan-ikan itu.
Kepiting mulai melingkarkan tangannya di leher burung pemakan ikan. Dengan otot-otot tangannya yang kuat ia mulai mencekik leher burung pemakan ikan. Karena lehernya tercekik dan tidak mampu lagi bernapas, burung pemakan ikan dan kepiting keduanya terhempas ke bawah. Setelah yakin bahwa burung pemakan ikan telah mati, kepiting baru melepaskan jepitan tangannya di leher burung itu. Dengan segera ia kembali ke kolam dan mengabarkan apa sesungguhnya yang terjadi. Ia menceritakan segala makar yang dilakukan burung pemakan daging dan sekaligus kematiannya. Ikan-ikan begitu sedih mendengar kematian teman-temannya. Tapi mereka akhirnya memahami untuk tidak mudah percaya omongan musuh, bahkan mereka tidak boleh menanti kebaikan dari musuh.